Contoh Wacana untuk Materi Bahasa Indonesia tentang Menulis dengan Memanfaatkan Kategori atau Kelas Kata


Contoh Wacana untuk Materi Bahasa Indonesia tentang Menulis dengan Memanfaatkan Kategori atau Kelas Kata

Pemilik Energi Benang Bordir

Di tangan Hery Suharsono, benang seolah bernyawa, memberi bentuk, memberi ekspresi, dan memberi cahaya. Tak heran saat mengikuti lomba kaligrafi bertema Mal Hijrah (Tahun Baru Islam) di Malaysia, karyanya mendapat pujian dari Perdana Menteri Malaysia (waktu itu), Mahatir Muhammad. Hasil karya Hery dianggap aneh karena memakai beberapa material, antara lain bordir, mote, dan cat minyak. Lukisan berukuran 4x8 meter itu tampak memukau.

Sejak usia tiga tahun, Hery memang sudah hobi mencorat-coret dan mewarnai. Hal ini, membuat ayahnya, Sukenda, pengusaha batik di Indramayu kaget melihat hasil coretan anaknya. Sang ayah merasa ada yang terpendam pada diri si anak. Dugaan ayahnya benar, ketika Hery duduk di bangku SD, ia beberapa kali memenangkan lomba melukis sampai ia dijuluki pelukis cilik. Ketika SMP, ayahnya mengajari Hery seni bordir. Tak disangka Hery sudah dapat membuat desain aplikasi bordir dengan bahan dasar batik untuk membuat tas, selendang, sapu tangan, bahkan kemeja, dan busana wanita. Hasil rancangan Hery laku keras di pasaran. Untuk mengasah bakat anaknya, setiap liburan sekolah, Sukenda sering mengajak Hery ke Yogyakarta untuk berguru pada pelukis besar Affandi.

Bimbingan ayahnya tak berlangsung lama, saat Hery kelas 1 di SMAN 1 Indramayu, tahun 1980, Sukenda wafat. Hery sempat goyah. Ia merasa kehilangan pembimbing dan panutan, seorang ayah yang telah mewariskan ilmu bordir untuk ia kembangkan kelak. Setelah lulus SMA, atas saran ibunya, ia melanjutkan kuliah di Akademi Keuangan dan Perbankan di Bandung. Baru kuliah empat semester, ibunya pun meninggal dunia.

Hery sangat terpukul, ia memutuskan untuk tidak meneruskan kuliah. Biaya kuliah lebih baik untuk pendidikan ketiga adiknya. Selanjutnya, ia menetap di Cirebon dan berkesenian di sana. Belum lama di Cirebon, ia kemudian pergi ke Yogyakarta bergabung dengan para seniman ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia). Untuk menyambung hidup, ia jadi pelukis poster di Syamsul Grup. Secara otodidak, ia terus mengasah kemampuan seni rupanya.

Empat tahun di Yogyakarta dan bosan menjadi seniman, ia lalu mengadu nasib di Jakarta, bekerja sebagai pendesain motif dan desain busana untuk bordir di sejumlah butik kecil. Pada tahun 2001, ia pindah ke Ranti Busana. Di sini ia sering bereksperimen sendiri di ruang bordir, saat karyawan pulang. Karena pengalamannya selama ini, proses eksperimennya dalam pengolahan benang menghasilkan 100 lukisan bordir bercorak ekspresionistis, pengaruh dari sang Maestro Affandi.

Menjadi pegawai pada butik terkenal dengan gaji kecil padahal banyak hasil karyanya yang dijual atas nama butik, membuat ia tidak puas. Ia memutuskan keluar dari butik itu dan bergabung ke butik pamannya yang berada di Malaysia. Di sana pun Hary banyak menghasilkan karya sehingga produk pamannya laris manis. Tak sampai tiga tahun, karena ada perubahan sistem keimigrasian, ia harus kembali ke Indonesia. Di Indonesia, ia bermukim di Majalengka dan menulis buku Busana Muslim dengan Aksen Bordir. Penjualan bukunya meledak. Ia menulis buku sampai 40 judul.

Lukisan bordir sebenarnya masih belum populer di masyarakat dan kancah seni. Beberapa kritikan pernah diarahkan kepadanya dengan mengatakan bahwa seni bordir merupakan seni rendahan atau produk massal. Kritikan tersebut menjadikannya tertantang untuk mendalami seluk beluk seni rupa dari buku. Namun, angin segar datang dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Dra. Uchiyah Achmad, M.Pd., dosen tata busana di tempat itu, mengatakan dengan tegas bahwa lukisan bordir bukan hanya tergolong seni tinggi, tapi juga merupakan karya langka. Pernyataan itu membuat Hery semangat dan yakin bahwa dibandingkan seni lukis, pada seni bordir dituntut keseriusan tertentu, yaitu untuk mengatasi beberapa kesulitan.

Kesulitan pertama terletak pada medianya yang bukan kanvas tapi mesin bordir. Kesulitan lain ialah pewarnaan. Pencampuran warna pada benang tak bisa selembut cat, selain itu tak banyak pilihan benang berwarna yang dikeluarkan pabrik. Hery harus mencari teknik-teknik baru untuk mengatasi variasi warna pada benang. Kesulitan warna ini juga termasuk urusan pencampuran warna dasar untuk menghasilkan banyak warna. Untuk masalah ini, Hery menyiasatinya dengan menggunakan cairan pewarna batik. Benang putih dicelupkan ke dalam campuran warna yang dikehendaki.

Agar warna lebih cemerlang dan terkesan ada gradasinya, benangnya dicelupkan ke adukan 5% pewarna yang dimaksud, lalu pada benang berikutnya persentase ditambah beberapa mililiter lagi, begitu seterusnya sampai 100%. Kemudian, benang-benang itu dijemur sampai kering. Untuk mencapai efek tertentu, Hery menciptakan teknik khusus, misalnya teknik
bulu kusut, yakni benang digosok-gosok hingga seperti bulu-bulu lembut. Juga teknik gacruk , yakni benang dibordirkan meloncat-loncat agar terlihat kasar. Teknik semprot agar benang terlihat lembut dan teknik lain yang membuat benang terkesan bergulir atau terpelintir.

Bercermin pada nasib batik yang diklaim negeri jiran, Hery berusaha mematenkan hasil karyanya. Harga yang ia tawarkan untuk setiap lukisan sudah termasuk biaya paten, material, serta ‘energi mental dan fisik’ pengerjaannya. “Melukis dengan cat minyak bisa saya selesaikan dalam setengah jam, kalau lukisan bordir 1-3 bulan,” ujarnya. Tampaknya respon dari luar negeri cukup prospektif. Tengah ia jajaki untuk berpameran di Jepang dan Australia.

Hery terus bergerak mengeksplorasi lukisan bordir. Ke depan, ia kembangkan mixed-media, dengan memadukan berbagai aplikasi ke dalam bordir, antara lain batu permata, pernak-pernik, bermacam bentuk benang, cat akrilik, hingga seni grafis. Ia ingin membawa bordir ke tiga dimensi dengan tidak melepas kepribadian seni bordir. Terutama energi benang; jika sendiri, ia menyatukan; jika bersama, ia memancarkan cahaya.

(Dikutip dari Intisari, Juli 2007, dengan beberapa perubahan)

Contoh Wacana untuk Materi Bahasa Indonesia tentang Menulis dengan Memanfaatkan Kategori atau Kelas Kata Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Site Administrator