Ciri suprasegmental lainnya adalah intonasi. Intonasi ialah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat. Intonasi lazim dinyatakan dengan angka (1,2,3,4). Angka 1 melambangkan titinada paling rendah, sedangkan angka 4 melambangkan titinada paling tinggi. Penggunaan intonasi menandakan suasana hati penuturnya. Dalam keadaan marah seseorang sering menyatakan sesuatu dengan intonasi menaik dan meninggi, sedangkan suasana sedih cenderung berintonasi menurun. Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat. Kalimat yang diucapkan dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat pernyataan, sedangkan yang diakhiri dengan intonasi menaik umumnya berupa kalimat tanya.
Contoh:
- Mereka sudah pergi.
- Mereka sudah pergi? Kapan?
Berbicara tentang intonasi berarti berbicara juga tentang jeda. Jeda adalah penghentian atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi, penggunaan intonasi yang baik dapat ditentukan pula oleh penjedaan kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat pendengar dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan. Penggunaan jeda yang tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak dapat dipahami. Dalam bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan. Pada bahasa tulis jeda ditandai dengan spasi atau dilambangkan dengan garis miring [/], tanda koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda hubung [-], atau tanda pisah [--]. Jeda juga dapat memengaruhi pengertian atau makna kalimat. Perhatikan contoh di bawah ini.
Menurut pemeriksaan dokter Joko Susanto memang sakit
Kalimat ini dapat mengandung pengertian yang berbeda jika jedanya berubah. Misalnya,
a. Menurut pemeriksaan/dokter Joko Susanto/memang sakit.
(yang sakit dokter Joko Susanto)
b. Menurut pemeriksaan dokter/Joko Susanto/memang sakit.
(yang memeriksa dokter dan yang sakit ialah Joko Susanto)
c. Menurut pemeriksaan dokter Joko/Susanto/memang sakit.
(yang memeriksa bernama dokter Joko, yang sakit Susanto)
Contoh:
- Mereka sudah pergi.
- Mereka sudah pergi? Kapan?
Berbicara tentang intonasi berarti berbicara juga tentang jeda. Jeda adalah penghentian atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi, penggunaan intonasi yang baik dapat ditentukan pula oleh penjedaan kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat pendengar dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan. Penggunaan jeda yang tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak dapat dipahami. Dalam bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan. Pada bahasa tulis jeda ditandai dengan spasi atau dilambangkan dengan garis miring [/], tanda koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda hubung [-], atau tanda pisah [--]. Jeda juga dapat memengaruhi pengertian atau makna kalimat. Perhatikan contoh di bawah ini.
Menurut pemeriksaan dokter Joko Susanto memang sakit
Kalimat ini dapat mengandung pengertian yang berbeda jika jedanya berubah. Misalnya,
a. Menurut pemeriksaan/dokter Joko Susanto/memang sakit.
(yang sakit dokter Joko Susanto)
b. Menurut pemeriksaan dokter/Joko Susanto/memang sakit.
(yang memeriksa dokter dan yang sakit ialah Joko Susanto)
c. Menurut pemeriksaan dokter Joko/Susanto/memang sakit.
(yang memeriksa bernama dokter Joko, yang sakit Susanto)