Contoh Wacana untuk Materi Bahasa Indonesia Memilih Kata, Bentuk Kata, dan Ungkapan yang Tepat
Bangkit Melawan Pemiskinan
Menunggu pukul 10.00 WIB, hitungan mundur dimulai. Dan..., “Bangkit dan suarakan!” Teriakan Cinta Septianti (15 tahun) menyatu dengan teriakan serupa dari 3000-an orang yang berkumpul di Lapangan Tegallega, Bandung, itu membahana, menggetarkan bulu roma. Teriakan yang disuarakan dengan jiwa, hati, tekad kuat, dan perjuangan.
Rekaman kegiatan ini akan dikirimkan ke PBB. Akan diajukan pula ke Muri untuk mendapat catatan rekornya.
Pukul 10.00, remaja di 136 negara bersama-sama meneriakkan kata- kata itu sambil mengacungkan tangan yang terkepal. Hari itu adalah hari penanggulangan Kemiskinan Sedunia. “Kita harus berjuang melawan kemiskinan, dan mendesak pemerintah untuk lebih serius menengani kemiskinan,” ungkap Cinta, siswa SMA Swasta di Bandung, ketika ditanya keikutsertaannya di acara ini.
Cinta datang bersama 15 temannya. Ia menyatakan remaja juga mempunyai hak untuk berjuang. Selama ini, menurutnya, ada orang dewasa yang menyepelekan remaja. Padahal yang namanya berjuang apalagi mencari solusi menuntaskan kemiskinan, harus dilakukan secara bersama- sama. Langkah awal yang harus dilakukan termasuk oleh remaja adalah dari diri sendiri. Bagaimana remaja mengubah pola pikirannya tentang kemiskinan dan berjuang untuk melawan kemiskinan tersebut.
“Kita di sini berdiri dengan bangga sebagai bagian dari generasi yang ingin menghapuskan kemiskinan,” ujar Pandu, ada jutaan orang meninggal sia-sia tiap tahun dan semua orang hanya diam dan tanpa melakukan apa pun. “Kita bangkit karena tidak ingin, beberapa tahun dari sekarang berdiri di hadapan generasi penerus dengan kondisi yang sama atau lebih parah,” tegas mahasiswa tingkat awal di sebuah perguruan di Bandung ini menceritakan.
Pandu menjelaskan semua orang tidak bisa diam ketika seseorang anak yang lahir di Indonesia harus meninggal 30 tahun lebih cepat dibandingkan seorang anak di negara maju. Atau, seorang ibu di daerah terpencil harus meninggal sia-sia karena tiada pertolongan ketika melahirkan. Pandu percaya tiap generasi menghadapi perang di zamannya, mulai dari melawan penjajahan, merebut kemerdekaan, melawan kerusakan lingkungan, melawan diskriminasi dan ketidaksetaraan. Sejarah membuktikan semua
itu bisa dikalahkan jika ada banyak orang yang berdiri untuk melawannya. Hal konkret yang akan dilakukannya adalah dimulai dari diri sendiri. Ia mencontohkan, korupsi bisa diberantas jika ada kemauan diri sendiri untuk memberantasnya begitu pun pemiskinan.
Dalam waktu dekat ini, kegiatan serupa akan kembali disuarakan. Saat ini, ia bersama 39 orang temannya perwakilan dari setiap provinsi yang tergabung dalam Indonesian Youth Networking for MDGs akan segera mengeluarkan sejumlah agenda kegiatan. “Kami lebih banyak ke implementasi, tapi belum bisa disebutkan seperti apa,” ujar Pandu.
Semua langkah tersebut merupakan salah satu cara untuk bangkit guna memperbaharui komitmen politik bagi pencapaian bahkan melampaui tujuan pembangunan milenium, kesepakatan para pemimpin dunia termasuk Indonesia yang harus dipenuhi 2015. Keterlibatan 90 persen remaja dalam kegiatan ini, sambung dia, sebagai cermin bahwa remaja sebagai generasi masa depan menginginkan perubahan.
Kegiatan di Bandung tersebut merupakan kegiatan kedua kalinya. Tahun sebelumnya diadakan di Jakarta dengan jumlah peserta yang sedikit. Pada 2007 ini kampanye lebih ramai dan meriah karena didukung oleh banyak pihak, seperti Mitra Citra Remaja (MCR), Viking, Rumah Zakat Indonesia (RZI), Pemerintah Kota Bandung, dan sejumlah tokoh di Bandung. Untuk memeriahkan acara, dihadirkan sejumlah pertunjukkan kesenian dari Bandung dan Jakarta.
Ribuan orang yang memadati Lapangan Tegallaga mempunyai sejumlah harapan yang disampaikan dalam pernyataan sikap. Saat pembacaan pernyataan sikap, semua peserta terlihat bersemangat. Meskipun di antara mereka ada pula yang terlihat sedih. Meski demikian, semua remaja berpegangan tangan menjadi satu.
Di Tegallega, hari Rabu itu, bertepatan dengan Peringatan Hari Penanggulangan Kemiskinan Sedunia, kehadiran mereka menjadi pemecahan rekor dunia untuk jumlah orang terbanyak yang berdiri bersama di seluruh dunia melawan kemiskinan. Namun, rekor yang sebenarnya ingin dihancurkan adalah rekor dunia atas pengingkaran janji para pemimpin dunia yang terus mengabaikan si miskin.
(Sumber : Republika, Minggu, 28 Oktober 2007)
Bangkit Melawan Pemiskinan
Menunggu pukul 10.00 WIB, hitungan mundur dimulai. Dan..., “Bangkit dan suarakan!” Teriakan Cinta Septianti (15 tahun) menyatu dengan teriakan serupa dari 3000-an orang yang berkumpul di Lapangan Tegallega, Bandung, itu membahana, menggetarkan bulu roma. Teriakan yang disuarakan dengan jiwa, hati, tekad kuat, dan perjuangan.
Rekaman kegiatan ini akan dikirimkan ke PBB. Akan diajukan pula ke Muri untuk mendapat catatan rekornya.
Pukul 10.00, remaja di 136 negara bersama-sama meneriakkan kata- kata itu sambil mengacungkan tangan yang terkepal. Hari itu adalah hari penanggulangan Kemiskinan Sedunia. “Kita harus berjuang melawan kemiskinan, dan mendesak pemerintah untuk lebih serius menengani kemiskinan,” ungkap Cinta, siswa SMA Swasta di Bandung, ketika ditanya keikutsertaannya di acara ini.
Cinta datang bersama 15 temannya. Ia menyatakan remaja juga mempunyai hak untuk berjuang. Selama ini, menurutnya, ada orang dewasa yang menyepelekan remaja. Padahal yang namanya berjuang apalagi mencari solusi menuntaskan kemiskinan, harus dilakukan secara bersama- sama. Langkah awal yang harus dilakukan termasuk oleh remaja adalah dari diri sendiri. Bagaimana remaja mengubah pola pikirannya tentang kemiskinan dan berjuang untuk melawan kemiskinan tersebut.
“Kita di sini berdiri dengan bangga sebagai bagian dari generasi yang ingin menghapuskan kemiskinan,” ujar Pandu, ada jutaan orang meninggal sia-sia tiap tahun dan semua orang hanya diam dan tanpa melakukan apa pun. “Kita bangkit karena tidak ingin, beberapa tahun dari sekarang berdiri di hadapan generasi penerus dengan kondisi yang sama atau lebih parah,” tegas mahasiswa tingkat awal di sebuah perguruan di Bandung ini menceritakan.
Pandu menjelaskan semua orang tidak bisa diam ketika seseorang anak yang lahir di Indonesia harus meninggal 30 tahun lebih cepat dibandingkan seorang anak di negara maju. Atau, seorang ibu di daerah terpencil harus meninggal sia-sia karena tiada pertolongan ketika melahirkan. Pandu percaya tiap generasi menghadapi perang di zamannya, mulai dari melawan penjajahan, merebut kemerdekaan, melawan kerusakan lingkungan, melawan diskriminasi dan ketidaksetaraan. Sejarah membuktikan semua
itu bisa dikalahkan jika ada banyak orang yang berdiri untuk melawannya. Hal konkret yang akan dilakukannya adalah dimulai dari diri sendiri. Ia mencontohkan, korupsi bisa diberantas jika ada kemauan diri sendiri untuk memberantasnya begitu pun pemiskinan.
Dalam waktu dekat ini, kegiatan serupa akan kembali disuarakan. Saat ini, ia bersama 39 orang temannya perwakilan dari setiap provinsi yang tergabung dalam Indonesian Youth Networking for MDGs akan segera mengeluarkan sejumlah agenda kegiatan. “Kami lebih banyak ke implementasi, tapi belum bisa disebutkan seperti apa,” ujar Pandu.
Semua langkah tersebut merupakan salah satu cara untuk bangkit guna memperbaharui komitmen politik bagi pencapaian bahkan melampaui tujuan pembangunan milenium, kesepakatan para pemimpin dunia termasuk Indonesia yang harus dipenuhi 2015. Keterlibatan 90 persen remaja dalam kegiatan ini, sambung dia, sebagai cermin bahwa remaja sebagai generasi masa depan menginginkan perubahan.
Kegiatan di Bandung tersebut merupakan kegiatan kedua kalinya. Tahun sebelumnya diadakan di Jakarta dengan jumlah peserta yang sedikit. Pada 2007 ini kampanye lebih ramai dan meriah karena didukung oleh banyak pihak, seperti Mitra Citra Remaja (MCR), Viking, Rumah Zakat Indonesia (RZI), Pemerintah Kota Bandung, dan sejumlah tokoh di Bandung. Untuk memeriahkan acara, dihadirkan sejumlah pertunjukkan kesenian dari Bandung dan Jakarta.
Ribuan orang yang memadati Lapangan Tegallaga mempunyai sejumlah harapan yang disampaikan dalam pernyataan sikap. Saat pembacaan pernyataan sikap, semua peserta terlihat bersemangat. Meskipun di antara mereka ada pula yang terlihat sedih. Meski demikian, semua remaja berpegangan tangan menjadi satu.
Di Tegallega, hari Rabu itu, bertepatan dengan Peringatan Hari Penanggulangan Kemiskinan Sedunia, kehadiran mereka menjadi pemecahan rekor dunia untuk jumlah orang terbanyak yang berdiri bersama di seluruh dunia melawan kemiskinan. Namun, rekor yang sebenarnya ingin dihancurkan adalah rekor dunia atas pengingkaran janji para pemimpin dunia yang terus mengabaikan si miskin.
(Sumber : Republika, Minggu, 28 Oktober 2007)