Pada pelajaran–pelajaran terdahulu telah dibahas mengenai unsur bunyi, lafal, intonasi, dan jeda. Pada bab ini akan disinggung kembali tentang lafal, intonasi, nada, irama, dan jeda yang berkaitan dengan cara menggunakan kalimat dengan jelas ,lancar, bernalar, dan wajar.
Penggunaan kalimat secara lisan dituntut kejelasan dan kelancaran. Jelas dalam pengucapan dan lancar dalam penyampaian. Untuk membuat kalimat menjadi jelas dan lancar sehingga dapat dipahami dengan baik oleh pendengar, perlu dicermati cara pengucapan kalimat berdasarkan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat.
Contoh:
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek waktu kemarin bukan sekarang atau besok)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek tempat ke luar negeri, bukan ke tempat yang lain)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek predikat, yaitu telah pergi bukan baru tiba atau pulang)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang pentingkan adalah aspek pelaku, yaitu dia bukan saya atau Anda)
Intonasi berkaitan dengan naik-turunnya pengucapan kalimat. Intonasi ditandai dengan lambang titinada 1, 2, 3, dan 4. Angka 1 menunjukkan titinada terendah dan angka 4 menunjukkan titinada tertinggi. Satu kalimat dapat diungkapkan dalam beberapa maksud sesuai dengan intonasi pengucapannya.
Contoh :
- Pulang. (memberi tahu, intonasi datar)
misalnya jawaban atas pertanyaan kemana dia?
- Pulang? (bertanya, intonasi menaik di suku akhir)
- Pulang! (perintah, intonasi menaik dan panjang)
Penggunaan irama berkaitan dengan panjang pendeknya pengucapan. Irama berhubungan dengan tempo bicara. Tempo bicara juga dapat ditentukan oleh suasana hati pembicara. Tempo bicara yang cepat sering menan- dakan suasana hati yang riang atau serius namun dapat juga suasana marah. Tempo diperlambat saat menegaskan suatu hal yang dianggap penting, sedangkan tempo pengucapan yang pendek atau terpatah-patah mengesankan suasana panik atau gugup. Pengucapan dengan irama akhir yang panjang biasanya digunakan untuk kalimat interjeksi atau seruan, seperti memanggil, takjub, keheranan, atau kesakitan termasuk juga ucapan pertanyaan dengan nada kaget atau tidak yakin.
Contoh dialog drama:
Aleks : “Ini jadi...”
Irna : “Diam. Dawud bilang apa? Masak nggak dengar bahwa Da....”
Dawud : “Diam Irna, kalau terus-menerus begitu, berkeringat tanpa guna. Padahal....”
Aleks : “Kau juga ngomong melulu. Nggak konsekuen, itu namanya Absurd. Buat larangan dilanggar sendiri. Huh. Dasar....”
Irna : “Kaumulai lagi. Komentar itu secukupnya. Tidak ngelan- tur ke sana ke sini...”
Aleks : “Diam, Irna, diaaam!”
Dawud : “Kau juga diam dulu, jangan menyuruh melulu, nggak memberi contoh....”
Irna : “Kau sendiri mesti diam dulu, baru yang lain ,Wud.”
Diam semua. Tiba-tiba meledak tawa mereka bersama-sama.
Di samping tekanan, intonasi, nada, dan irama, unsur suprasegmental yang perlu diperhatikan dalam berbicara khususnya pengucapan kalimat ialah jeda atau penghentian. Jeda berfungsi menandakan batasan kalimat. Dalam tulisan, jeda ditandai dengan spasi atau tanda baca titik (.), koma (,), garis miring (/), atau tanda pagar (#). Jeda juga dapat digunakan untuk membuat sebuah kalimat panjang menjadi dua kalimat pendek tanpa mengubah pengertian.
Contoh :
- Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet yang membuat gempar penduduk sekitarnya.
- Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet. Kejadian itu membuat gempar penduduk sekitarnya.
Dalam bahasa lisan, aspek yang menjadi unsur gramatikal cenderung tersirat. Faktor pendukung yang digunakan adalah pola tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda selain ekspresi dan gerakan.
Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat kalimat yang diucapkan mudah dipahami serta terhindar dari kesalahpahaman atau salah nalar.
Pengucapan kalimat dengan tekanan, intonasi, nada, dan irama serta jeda yang tepat sesuai maksud yang ingin diungkapkan membuat kalimat menjadi jelas, lancar, bernalar, dan wajar.
Penggunaan kalimat secara lisan dituntut kejelasan dan kelancaran. Jelas dalam pengucapan dan lancar dalam penyampaian. Untuk membuat kalimat menjadi jelas dan lancar sehingga dapat dipahami dengan baik oleh pendengar, perlu dicermati cara pengucapan kalimat berdasarkan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat.
Baca Juga: Pengertian PuisiTekanan berhubungan dengan keras lembutnya ucapan. Biasanya diguna- kan untuk menunjukkan bagian kalimat yang ditonjolkan atau dipentingkan. Pengucapannya dapat didukung oleh ekspresi atau mimik wajah yang serius.
Contoh:
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek waktu kemarin bukan sekarang atau besok)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek tempat ke luar negeri, bukan ke tempat yang lain)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang dipentingkan adalah aspek predikat, yaitu telah pergi bukan baru tiba atau pulang)
- Dia telah pergi ke luar negeri kemarin.
(yang pentingkan adalah aspek pelaku, yaitu dia bukan saya atau Anda)
Intonasi berkaitan dengan naik-turunnya pengucapan kalimat. Intonasi ditandai dengan lambang titinada 1, 2, 3, dan 4. Angka 1 menunjukkan titinada terendah dan angka 4 menunjukkan titinada tertinggi. Satu kalimat dapat diungkapkan dalam beberapa maksud sesuai dengan intonasi pengucapannya.
Contoh :
- Pulang. (memberi tahu, intonasi datar)
misalnya jawaban atas pertanyaan kemana dia?
- Pulang? (bertanya, intonasi menaik di suku akhir)
- Pulang! (perintah, intonasi menaik dan panjang)
Penggunaan irama berkaitan dengan panjang pendeknya pengucapan. Irama berhubungan dengan tempo bicara. Tempo bicara juga dapat ditentukan oleh suasana hati pembicara. Tempo bicara yang cepat sering menan- dakan suasana hati yang riang atau serius namun dapat juga suasana marah. Tempo diperlambat saat menegaskan suatu hal yang dianggap penting, sedangkan tempo pengucapan yang pendek atau terpatah-patah mengesankan suasana panik atau gugup. Pengucapan dengan irama akhir yang panjang biasanya digunakan untuk kalimat interjeksi atau seruan, seperti memanggil, takjub, keheranan, atau kesakitan termasuk juga ucapan pertanyaan dengan nada kaget atau tidak yakin.
Lihat: Tujuan Menyimak dan Jenis-jenis MenyimakPenggunaan intonasi, nada, dan irama yang bervariasi terjadi pada percakapan atau dialog, seperti percakapan lewat pesawat telepon yang tidak berhadapan dan tidak melihat langsung pembicaranya. Saat bicara, intonasi menjadi hal yang penting untuk menyampaikan maksud perkataan. Demikian pula dalam dialog drama, pengucapan kalimat selalu didukung oleh tekanan, intonasi, nada, dan irama yang tepat selain ekspresi dan gerakan sehingga dialog hidup dan dipahami oleh penontonnya.
Contoh dialog drama:
Aleks : “Ini jadi...”
Irna : “Diam. Dawud bilang apa? Masak nggak dengar bahwa Da....”
Dawud : “Diam Irna, kalau terus-menerus begitu, berkeringat tanpa guna. Padahal....”
Aleks : “Kau juga ngomong melulu. Nggak konsekuen, itu namanya Absurd. Buat larangan dilanggar sendiri. Huh. Dasar....”
Irna : “Kaumulai lagi. Komentar itu secukupnya. Tidak ngelan- tur ke sana ke sini...”
Aleks : “Diam, Irna, diaaam!”
Dawud : “Kau juga diam dulu, jangan menyuruh melulu, nggak memberi contoh....”
Irna : “Kau sendiri mesti diam dulu, baru yang lain ,Wud.”
Diam semua. Tiba-tiba meledak tawa mereka bersama-sama.
Di samping tekanan, intonasi, nada, dan irama, unsur suprasegmental yang perlu diperhatikan dalam berbicara khususnya pengucapan kalimat ialah jeda atau penghentian. Jeda berfungsi menandakan batasan kalimat. Dalam tulisan, jeda ditandai dengan spasi atau tanda baca titik (.), koma (,), garis miring (/), atau tanda pagar (#). Jeda juga dapat digunakan untuk membuat sebuah kalimat panjang menjadi dua kalimat pendek tanpa mengubah pengertian.
Contoh :
- Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet yang membuat gempar penduduk sekitarnya.
- Perampokan serta pembunuhan terjadi di rumah seorang pengusaha karpet. Kejadian itu membuat gempar penduduk sekitarnya.
Dalam bahasa lisan, aspek yang menjadi unsur gramatikal cenderung tersirat. Faktor pendukung yang digunakan adalah pola tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda selain ekspresi dan gerakan.
Penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda yang tepat membuat kalimat yang diucapkan mudah dipahami serta terhindar dari kesalahpahaman atau salah nalar.
Pengucapan kalimat dengan tekanan, intonasi, nada, dan irama serta jeda yang tepat sesuai maksud yang ingin diungkapkan membuat kalimat menjadi jelas, lancar, bernalar, dan wajar.